Nias Selatan - Guna menindaklanjuti laporan dari warga desa hili'alo'oa kecamatan ulu Idanŏtae tentang adanya indikasi penyalahgunaan ADD/DD diduga dilakukan kepala desa hili'alo'oa, terlihat ada beberapa oknum wartawan dari berbagai media terjun langsung ke lokasi mlakukan pengecekan. Senin 06 Oktober 2025
Awak media setelah sampai kelokasi desa yang dimaksud kades hili'alo'oa sengaja menghindarkan diri dari wartawan dan tidak bersedia dikonfirmasi, beliau beralasan ada undangan rapat mendadak di kantor inspektorat nias selatan, kalau mau konfirmasi silahkan datangin ada aparat desa saya dan BPD ucapnya, kemudian awak media melakukan kegiatan pengecekan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dilaksanakan kepala desa hili'alo'oa
Sementara itu hasil konfirmasi wartawan dari beberapa aparat desa dan BPD diantaranya kepala dusun menyampaikan bahwa setiap anggaran dana desa yang diterima kepala desa pertahunnya setahu kami sudah diperuntukkan untuk pembangunan fisik dan atau lain-lain, soal item-item yang ditanyakan orang bapak kami belum bisa menjawabnya karena itu ada aparat desa tertentu yang dapat menjawab, ungkapnya
Dari laporan narasumber yang diterima awak media anggaran miliaran rupiah didesa hilialooa_ulu Idanotae banyak tak terealisasi:
Sejumlah program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat didesa hiili'alo'oa, kecamatan ulu idanotae,yang dianggarkan selama periode 2020 hingga 2023, tercatat dengan nilai yang cukup besar. Namun, pantauan di lapangan menunjukkan bahwa banyak program yang tidak terlaksana atau tidak sesuai dengan pagu anggaran, sehingga menimbulkan pertanyaan serius dari masyarakat terkait transparansi dan akuntabilitas pemerintah desa.
Tahun 2020: proyek jalan gagal, dana bencana tak digunakan Pada tahun 2020, dana sebesar Rp 50 juta dialokasikan untuk rehabilitasi dan peningkatan jalan desa, serta Rp 28 juta untuk penanggulangan bencana. namun, kedua program ini tidak terlaksana padahal, kondisi jalan di desa masih memprihatinkan,
Tahun 2021: BLT Disalurkan tapi program PKK tak berjalan selama pandemi COVID-19, pemerintah desa mengalokasikan Rp 31,5 juta untuk BLT dan Rp 50,45 juta untuk penanggulangan COVID-19, yang diklaim telah digunakan, namun, program pembinaan PKK senilai Rp 21,5 juta tidak dijalankan, meski kegiatan pemberdayaan ibu-ibu desa sangat dibutuhkan dalam masa sulit tersebut.
Tahun 2022: konsumtif jalan, Produktif Gagal anggaran tahun 2022 memunculkan sejumlah kejanggalan di_antaranya:perjalanan dinas hingga 100 kali dalam setahun: Rp 15 juta Sewa penginapan 48 kali: Rp 12 juta konsumsi nasi bungkus (mami): Rp 30 juta pengadaan 1.000 botol aqua: Rp 5 juta (tidak terlaksana) Belanja laptop dan speaker untuk desa: Rp 22,5 juta, Sementara itu, program produktif seperti penanaman jagung senilai Rp 16,6 juta justru tidak direalisasikan, menjadi sorotan karena berpotensi menghambat ketahanan pangan lokal.tahun 2023: pembangunan diragukan, program sosial mandek
Tahun 2023, pembangunan dukarpak dengan pagu anggaran Rp 183,89 juta diduga tidak sesuai dengan rencana dan kualitasnya dipertanyakan. program lainnya yang tidak terealisasi antara lain:
Kelas ibu hamil/lansia & insentif kader posyandu – Rp 16 juta
Pembinaan PKK – Rp 14,97 juta
Pembinaan lembaga adat – Rp 2,7 juta
Pelatihan teknologi tepat guna – tidak berjalan
Warga menganggap banyak program hanya sebatas "tertulis di kertas", tanpa implementasi nyata di lapangan.
Desakan audit dan transparansi melihat banyaknya anggaran yang tidak terealisasi, warga desa hiili'alo'oa mulai mempertanyakan pengelolaan dana desa. sejumlah tokoh masyarakat mendesak:
Inspektorat daerah segera turun tangan melakukan audit menyeluruh.
pemerintah desa membuka laporan realisasi anggaran secara transparan kepada publik.
Aparat penegak hukum menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana desa.
Selama empat tahun terakhir, desa hili'alo'oa telah mengelola dana hingga ratusan juta rupiah per tahun. namun, realisasi yang minim dan program tidak tepat sasaran menjadi cermin buruknya tata kelola anggaran desa. Jika dibiarkan, kondisi ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga memperburuk kepercayaan terhadap pemerintah desa.
“Kami hanya ingin pembangunan yang benar, bukan janji di atas kertas,” ujar seorang warga.
(Ozi S.Sar)



